1. TEORI/REFERENSI TENTANG KONSEP
Pembahasan
tentang pembangunan kota yang berkelanjutan tidak dapat dipisahkan dari
pelaksanaan pembangunan yang berkelanjutan. Oleh karena itu, pada pembahasan
kali ini akan dibahas kedua hal itu secara bersamaan. Pembangunan yang
berkelanjutan menurut komisi Bruntland (World Commission on Environment) adalah
pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengorbankan
kemampuan generasi penerus untuk mencukupi kebutuhannya. Development that meets
the needs of the present without compromising the ability of future generations
to meet their own needs (WCED,1987).
Kota yang berkelanjutan adalah suatu
daerah perkotaan yang mampu berkompetisi secara sukses dalam pertarungan
ekonomi global dan mampu pula mempertahankan vitalitas budaya serta keserasian
lingkungan. Keberlanjutan pada hakikatnya adalah suatu etik, suatu perangkat
prinsip-prinsip dan pandangan kemasa depan.
Rutherford Platt dalam bukunya “The
Ecologycal City” (1994) bahwa kehidupan alam yang alami itu penting dalam
mendukung kelangsungan kota, sehingga kota dapat menjadi kota yang
berkelanjutan. Kota harus berkembang terus secara berkelanjutan, melalui saling
kebergantungan secara dan saling mendukung antara elemen-elemen alam dan elemen
buatan manusia. Dan tidak kalah pentingnya adalah pembangunan kota bertumpu
pada pertumbuhan ekonomi. Sehingga tidak jarang bahwa imbas dari kegiatan
ekonomi itu lah yang menjadi hambatan dalam membangun kota yangberkelanjutan.
Salah satu komponen penting dalam
perencanaan kota berkelanjutan adalah ruang terbuka. Ruang terbuka merupakan
ruang yang direncanakan karena kebutuhan akan tempat pertemuan dan aktivitas
bersama di udara terbuka. Ruang umum pada dasarnya merupakan suatu wadah yang
dapat menampung aktivitas / kegiatan tertentu dari masyarakatnya, baik individu
maupun kelompok. (Rustam Hakim, “unsur Perancangan dalam Arsitektur
lansekap”,1987). Ruang terbuka merupakan wadah yang dapat menampung aktivitas
tertentu dari masyarakat diwilayah tersebut. Karena itu, ruang terbuka
mampunyai kontribusi yang akan diberikan kepada manusia berupa dampak uang
positif.
Artinya definisi dari pengertian
kota yang berkelanjutan itu adalah kota yang dalam pembangunannya mampu
memenuhi kebutuhan masyarakat masa kini, mampu berkompetisi dalam ekonomi
global dengan mempertahankan keserasian lingkungan vitalitas sosial, budaya,
politik dan pertahanan keamanannya, tanpa mengabaikan atau mengurangi kemampuan
generasi mandatang dalam pemenuhan kebutuhan mereka.
9 Langkah menuju Sustainable
City:
Kota berkelanjutan atau sustainable
city merupakan impian semua masyarakat dan para stakeholder perkotaan terutama
pemerintah kota,
Langkah pertama adalah
mengembangkan kota mampat (compact city) dan bangunan-bangunan mampat (compact
buildings). Konsep kota mampat menghendaki penggunaan sumber daya lahan
perkotaan yang seminimal mungkin. Pada umumnya sumber daya lahan perkotaan
adalah terbatas, walaupun berlebih namun tetap saja disarankan untuk menggunakan
lahan untuk kawasan terbangun (built environment) yang sekecil mungkin. Ada
banyak alasan untuk ini antara lain: ruang terbuka hijau (RTH) yang besar bisa
menjadi paru-paru kota dan daerah resapan, mengurangi kerugian akibat banjir,
dan mengurangi efek urban heat island, yang dapat menaikan suhu rata-rata kota.
Salah satu antisipasinya adalah penerapan konsep kota mampat melalui vertical
living.
Langkah kedua adalah
mengembangkan tata guna lahan kombinasi (mixed land use). Konsep ini berbeda
dengan mazhab perencanaan kota yang banyak dianut oleh kota-kota di Indonesia,
yakni konsep zoning. Pada umumnya kota-kota di Indonesia menganut system zoning
dengan pusat kawasan bisnis (central business district, CBD) atau dikenal juga
dengan concentric zone model (Burgess, 1925). Konsep ini tepat untuk kota kecil
dan menengah dengan populasi penduduk kurang dari 300 ribu. Namun apabila sudah
menjadi megacity (kota dengan penduduk >1 juta), konsep ini menjadi tidak
tepat, contohnya Jakarta, Bandung dan kota-kota lainnya. Dua kota ini terkenal
dengan kemacetannya, juga polusi udara dari sumber transportasi.
Tata guna lahan kombinasi
mengharapkan penggabungan dua kategori penggunaan yang tidak menimbulkan
konflik, misalnya antara kawasan permukiman dan kawasan perdagangan. Dengan
penggabungan ini, diharapkan dapat mengurangi travel needsdari warga kota hanya
untuk belanja kecil. Jangan sampai hanya untuk membeli sabun dan sikat gigi
saja harus menggunakan kendaraan bermotor karena jaraknya 2 km.
Kombinasi kawasan permukiman dan
kawasan perdagangan dapat dilaksanakan dengan berbagai cara antara lain
pengembangan permukiman modular, di mana dalam satu kawasan permukiman, tersedia
berbagai fasilitas dan utilitas yang mendukung kehidupan warga kota, mudah dan
nyaman untuk dijangkau dengan hanya jalan kaki saja. Misalnya ketersediaan
bank, kantor pos, mini market, sekolah, dan pusat kesehatan masyarakat dekat
dengan permukiman. Cara lain adalah seperti yang dikembangkan di Singapura dan
Bangkok. Warga kota tinggal di apartemen 20 lantai, dengan lantai 1 dan 2
adalah pusat pertokoan, bank, kantor pos, klinik kesehatan, dan pada lantai
dasar sudah tersedia koneksi subway yang akan membawa penghuni apartemen ke
tempat lain.
Langkah ketiga adalah
mengembangkan permukiman terpadu dengan penekanan transportasi tidak bermotor
(jalan kaki dan bersepeda) atau disebut juga neighborhood development. Konsep
ini seiring dengan tata guna lahan kombinasi, namun dalam konsep neighborhood
development nuansanya lebih dominan pada permukiman, artinya pengembangan
permukiman yang dilengkapi dengan berbagai fasilitas dan utilitas. Sirkulasi di
dalam permukiman diprioritaskan pada pejalan kaki dan pesepeda, kendaraan
bermotor dibatasi pada jalan tertentu saja. Kawasan permukiman ini menjadi satu
entitas yang hampir mandiri walaupun para penghuninya bekerja di luar
permukiman ini.
Langkah keempat adalah
mengembangan sistem transportasi umum yang memadai. Kota yang baik adalah kota
yang mempunyai sistem transportasi umum yang baik. Dengan transportasi umum
yang baik, warga kota akan meninggalkan penggunaan kendaraan pribadi, dengan
demikian akan menghemat energi transportasi kota dan polusi udara yang diakibatkan
oleh kendaraan bermotor.
Langkah kelima adalah
pengembangan perumahan yang variatif sesuai dengan budaya lokal namun mendukung
kota berkelanjutan. Orang Indonesia pada umumnya lebih suka tinggal di rumah
yang menapak tanah. Dengan kondisi keterbatasan lahan di kawasan perkotaan,
kebiasaan ini harus sudah mulai ditinggalkan, karena horizontal living dalam
banyak hal tidak sustainable.
Langkah keenam adalah memperbesar
RTH, mempertahankan keindahan alam dan lingkungan alam. RTH dan hutan kota bisa
menjadi paru-paru kota dan akan menjadicarbon sequesters. Hutan kota juga akan
membantu mengurangi pemanasan global dan perubahan iklim. Sebaiknya hutan tidak
hanya di pinggir kota tetapi juga di tengah kota. Warga kota harus bisa
mengakses taman kota ini secara bebas.
Langkah ketujuh adalah pencanangan
indentitas kota yang kuat. Identitas positif akan membuat warga kota bangga
terhadap kotanya sendiri, dan ini akan menimbulkan rasa memiliki yang tinggi,
yang pada akhirnya akan mempertinggi kontribusi warga kota terhadap pembangunan
kota.
Langkah kedelapan adalah melibatkan
warga kota dan seluruh stakeholder kota dalam pengambilan keputusan. Walaupun
ada DPRD, namun seringkali peraturan kota yang sudah disetujui oleh para wakil
rakyat, justeru tidak disetujui oleh rakyatnya sendiri. Ini akibat
miskomunikasi antara wakil rakyat dan rakyat sendiri, atau keputusannya tidak
berpihak kepada rakyat banyak yaitu warga kota. Perlu diingat bahwa warga kota
adalah stakeholder utama dari sebuah kota, tanpa warga kota pembangunan kota
tidak akan bisa berjalan.
Langkah kesembilan adalah menjadikan
warga kota menjadi raja. Meminjam jargon dalam dunia bisnis yakni customer is
king. Otoritas kota adalah pelayan warga kota jangan sebaliknya minta dilayani.
2.
STUDI KASUS CONTOH SALAH SATU KONSEP KOTA
Paulinia (Brazil) – Skidmore. Owing & Merrill (SOM)
Paulinia (Brazil) – Skidmore. Owing & Merrill (SOM)
Konsep kota dengan memanfaatkan
lahan basah yang ada pada kawasan hutan sebagai Central Park untuk dijadikan
sebagai kawasan perumahan campuran (mixed use). Menciptakan lingkungan yang
menarik, dimana desain modern dan insfrastuktur selaras dengan ekologi alam.
Lingkup desain terdiri dari tujuh distric untuk menetapkan standar baru
sustainable city di Brazil.
Site Area : 201 ha
Project area : 1.650.000 m2
3. HASIL ANALISA
Konsep Sustainable city memiliki
beberapa pencapain seperti terwujudnya compact city dengan penggunaan sumber
daya lahan minimal, tata guna lahan kombinasi (mixed land use) untuk kota kecil
dengan populasi 300, neighborhood development (konsep lingkungan minimal
transportasi) dan ramah lingkungan, mempertahankan ruang tata hijau dan
menampilkan identitas kota.
Dengan demikian, penciptaan suatu
ruang kota yang akrab sebagai sebuah pendekatan perencanaan suatu kawasan di
pusat kota yang luas harus memiliki dasar-dasar yang digunakan dalam teori
merencana suatu kawasan pusat kota, yaitu :
1. Mengakomodasikan kegiatan/fungsi
campuran (multi-use) merupakan dasar suatu perencanaan kawasan pusat kota yang
vital dan optimal, sesuai dengan prinsip-prinsip perencanaannya.
Kegiatan/fungsi campuran yang diakomodasikan dalam sebuah kawasan multi-use
dengan fungsi dan jenis fungsi publik yang masuk dalam lingkup public facility,
public transportation, public recreation.
2. Upaya mengakomodasikan kegiatan
masyarakat dalam suatu “wadah” yang responsif, demokratis dan bermakna melalui
upaya pengintegrasian antara bangunan-bangunan dan ruang kota yang memiliki
hubungan pembentukan yang timbal balik dalam pengertian ruang terbuka dibentuk
oleh bangunan dan sebaliknya bangunan dibentuk oleh ruang terbuka, bukan salah
satu merupakan bagian yang diutamakan
Daftar Pustaka :
Richard Register first coined the
term "ecocity" in his 1987 book, Ecocity Berkeley: building cities
for a healthy future.
marno.lecture.ub.ac.id/files/.../sustainable-city1.p
http://artpoe-studio.blogspot.com/2013/0